Rabu, 12 Desember 2007

Partai Politik sebagai Sarana Pendidikan Politik Masyarakat

Partai politik (parpol) sekarang sudah dianggap gagal dalam memberikan pendidikan politik nilai dan membumikan demokrasi substansial. Pendidikan politik yang diberikan justru kian meneguhkan anggapan bahwa politik itu kotor dengan manuver dan affair politik yang selama ini dilakukan politisi partai. Pendidikan politik oleh parpol akhirnya tak lebih dari pembodohan masyarakat yang mengatasnamakan rakyat, bangsa, negara, demokrasi untuk melegitimasi langkah politis mereka dalam meraih kekuasaan pemerintahan

Di Indonesia fungsi-fungsi parpol diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Secara gamblang UU itu mengatakan, parpol memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat; perekat persatuan dan kesatuan bangsa; penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi masyarakat; partisipasi politik warga negara; dan rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan publik.

Sudah menjadi rahasia umum, kehadiran parpol benar-benar terasa hanya pada saat-saat mendekati pemilu. Pada masa-masa itu parpol menjadi begitu populer di kalangan masyarakat sehingga mereka tampil seolah-olah ingin menjadi juru selamat bagi masyarakat yang tertindas. Begitu pemilu selesai, bulan madu parpol-rakyat pun usai. Parpol menarik diri, lalu sibuk menyuarakan kepentingan intern partai atau kelompok elite partai. Partai tiba-tiba menjadi asing lantaran aktivitas dan isu-isu politiknya tidak menyentuh kepentingan masyarakat.

Partai menjadi lupa akan fungsi yang sebenarnya, fungsi pendidikan politik parpol belum menunjukkan hasil yang signifikan bagi peningkatan kesadaran politik masyarakat. Justru partai politik menuai kritik. Karena parpol cenderung mengutamakan kepentingan kekuasaan atau kepentingan para elit parpol ketimbang kepentingan untuk memajukan masyarakat, bangsa dan negara. Ironisnya, pendidikan politik yang kerap dikumandang para elit parpol hanya sebuah slogan tak bermakna. Kondisi ini menuntut setiap partai politik untuk mengoreksi sejauhmana orientasi dan implementasi visi dan misi parpol secara konsisten dan terus-menerus.

Hal inilah yang menarik penulis untuk mengkaji masalah peran parpol dalam pendidikan politik masyarakat, sehingga platform partai politik harus jelas menyentuh masyarakat, sehingga masyarakat memiliki pengetahuan yang menyeluruh tentang kehidupan politik yang sehat dan demokratis.

Seyogianya kiprah partai politik di Indonesia bisa menampilkan diri sebagai agen pencerahan. Sebab partai politik mengemban peran dan fungsinya yang kalau saja dijalankan secara konsisten akan membawa perubahan pada peningkatan kesadaran politik masyarakat. Tetapi pada kenyataan partai politik hanya mementingkan dirinya sendiri dalam arti bahwa partai politik hanya memberikan pendidikan politik untuk mereka yang menjadi generasi partainya saja, tanpa memperdulikan fungsi yang sebenarnya, yaitu memberikan pencerahan politik terhadap masyarakat.

Yang jadi masalah pada bahasan ini adalah :

1. mengapa partai politik harus memberikan pendidikan politik pada masyarakat ?

2. bagaimana bentuk-bentuk kegiatan partai politik dalam memberikan pendidikan politiknya terhadap masyarakat ?

1. Partai Politik

Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama, tujuannya adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melkasanakan kebijasanaan-kebijaksanaan mereka.

Dari pengertian diatas bahwa partai politik itu memiliki orientasi untuk memperoleh kekuasaan, tetapi partai politik juga harus mempertimbangkan dan memperhatikan konstituen partai yang notabene adalah landasan besar bagi suatu parpol. Untuk itu partai harus secara kontinyu melaksanakan fungsi-fungsinya dalam mengabdikan dirinya pada masyarakat.

Setidaknya ada lima fungsi yang harus dilakukan oleh partai politik (Fadillah Putra, 2003:9-13), yaitu :

  1. fungsi artikulasi kepentingan, adalah suatu proses penginputan berbagai kebutuhan, tuntutan dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentigan, tuntutan dan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijkan publik.
  2. fungsi agregasi kepentingan, merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda digabungkan menjadi alternatif-alternatif pembuatan kebijakan publik.
  3. fungsi sosialisasi atau pendidikan politik, adalah partai politik mampu melakukan sosialisasi politik untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau dianut oleh suatu negara.
  4. fungsi rekruitmen politik, adalah proses seleksi atau rekruitmen anggota-anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administrasi maupun politik.
  5. fungsi komunikasi politik, adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi informasi, isu dan gagasan politik

Miriam Budiardjo (2004 : 163 – 164) menyebutkan ada 4 fungsi partai politik dalam negara yang demokratis, yaitu :

  1. Partai politik sebagai sarana komunikasi politik

Untuk melihat seberapa jauh peran partai politik sebagai wadah penyalur aspirasi politik rakyat, sekali lagi harus dilihat dalam konteks prospektif sejarah perkembangan bangsa Indonesia itu sendiri. Pada awal kemerdekaan, partai politik belum berperan secara optimal sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi politik rakyat. Hal ini terlihat dari timbulnya berbagai gejolak dan ketidak puasan di sekelompok masyarakat yang merasa aspirasinya tidak terwadahi dalam bentuk gerakan-gerakan separatis seperti proklamasi Negara Islam oleh Kartosuwiryo tahun 1949, terbentuknya negara negara boneka yang bernuansa kedaerahan. Negara-negara boneka ini sengaja diciptakan oleh Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan. Namun kenapa hal itu terjadi dan ditangkap oleh sebagian rakyat pada waktu itu ? Jawabannya adalah bahwa aspirasi rakyat berbelok arah mengikuti aspirasi penjajah, karena tersumbatnya saluran aspirasi yang disebabkan kapasitas sistem politik

  1. partai politik sebagai sarana sosialisasi atau pendidikan politik

Budaya politik merupakan produk dari proses pendidikan atau sosialisasi politik dalam sebuah masyarakat. Dengan sosialisasi politik, individu dalam negara akan menerima norma, sistem keyakinan, dan nilai-nilai dari generasi sebelumnya, yang dilakukan melalui berbagai tahap, dan dilakukan oleh bermacam-macam agen, seperti keluarga, saudara, teman bermain, sekolah (mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi), lingkungan pekerjaan, dan tentu saja media massa, seperti radio, TV, surat kabar, majalah, dan juga internet. Proses sosialisasi atau pendidikan politik Indonesia tidak memberikan ruang yang cukup untuk memunculkan masyarakat madani (civil society). Yaitu suatu masyarakat yang mandiri, yang mampu mengisi ruang publik sehingga mampu membatasi kekuasaan negara yang berlebihan. Masyarakat madani merupakan gambaran tingkat partisipasi politik pada takaran yang maksimal.

  1. Partai politik sebagai sarana rekruitmen politik

Peran partai politik sebagai sarana rekruitmen politik dalam rangka meningkatkan partisipasi politik masyarakat, adalah bagaimana partai politik memiliki andil yang cukup besar dalam hal: (1) Menyiapkan kader-kader pimpinan politik; (2) Selanjutnya melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan; serta (3) Perjuangan untuk penempatan kader yang berkualitas, berdedikasi, memiliki kredibilitas yang tinggi, serta mendapat dukungan dari masyarakat pada jabatan jabatan politik yang bersifat strategis. Makin besar andil partai politik dalam memperjuangkan dan berhasil memanfaatkan posisi tawarnya untuk memenangkan perjuangan dalam ketiga hal tersebut; merupakan indikasi bahwa peran partai politik sebagai sarana rekrutmen politik berjalan secara efektif.

Rekruitmen politik yang adil, transparan, dan demokratis pada dasarnya adalah untuk memilih orang-orang yang berkualitas dan mampu memperjuangkan nasib rakyat banyak untuk mensejahterakan dan menjamin kenyamanan dan keamanan hidup bagi setiap warga negara. Kesalahan dalam pemilihan kader yang duduk dalam jabatan strategis bisa menjauhkan arah perjuangan dari cita-rasa kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi masyarakat luas. Oleh karena itulah tidaklah berlebihan bilamana dikatakan bahwa rekruitmen politik mengandung implikasi pada pembentukan cara berpikir, bertindak dan berperilaku setiap warga negara yang taat, patuh terhadap hak dan kewajiban, namun penuh dengan suasana demokrasi dan keterbukaan bertanggung jawab terhadap persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun bila dikaji secara sekilas sampai dengan saat inipun proses rekruitmen politik belum berjalan secara terbuka, transparan, dan demokratis yang berakibat pemilihan kader menjadi tidak obyektif.

  1. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik

Secara umum kita sering beranggapan bahwa konflik mengandung benih dan didasarkan pada pertentangan yang bersifat kasar dan keras. Namun sesungguhnya, dasar dari konflik adalah berbeda-beda, yang secara sederhana dapat dikenali tiga elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik yaitu: (1) Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau bagian-bagian yang terlibat dalam suatu konflik; (2) Unit-unit tersebut, mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan; dan (3) Terjadi atau terdapat interaksi antara unit-unit atau bagian-bagian yang terlibat dalam sebuah konflik.

Konflik merupakan suatu tingkah laku yang tidak selalu sama atau identik dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dan atau dikaitkan dengannya, seperti rasa kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepada lingkungan yang luas yaitu masyarakat. Pada taraf masyarakat, konflik bersumber pada perbedaan diantara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai dan norma-norma di mana kelompok tersebut berada. Demikian pula konflik dan bersumber dari perbedaan-perbedaan dalam tujuan, nilai dan norma, serta minat yang disebabkan karena adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosial ekonomis di dalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang ada dalam kebudayaan-kebudayaan lain.

Dalam menjalankan peran sebagai pengatur konflik ini, partai-partai politik harus benar-benar mengakar dihati rakyat, peka terhadap bisikan hati nurani masyarakat serta peka terhadap tuntutan kebutuhan rakyat.

4. Pendidikan Politik

Istilah pendidikan politik dalam bahasa Inggris sering disamakan dengan istilah political sosialization . Istilah political sosialization jika diartikan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia akan bermakna sosialisasi politik. Oleh karena itu dengan mengunakan istilah political sosialization banyak yang mensinonimkan istilah pendidikan politik dengan istilah Sosialisasi Politik, karena keduanya memiliki makna yang hampir sama. Dengan kata lain, sosialisasi politik adalah pendidikan politik dalam arti sempit.

Menurut Ramlan Surbakti, dalam memberikan pengertian tentang pendidikan politik harus dijelaskan terlebih dahulu mengenai sosialisasi politik. Surbakti (1999:117) berpendapat bahwa :

Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini, para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.

Rusadi Kartaprawira (2004:54) mengartikan pendidikan politik sebagai “upaya untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam system politiknya.”

Berdasarkan pendapat Rusadi Kartaprawira tersebut, maka pendidikan politik perlu dilaksanakan secara berkesinambungan agar masyarakat dapat terus meningkatkan pemahamannya terhadap dunia politik yang selalu mengalami perkembangan. Pembelajaran pendidikan politik yang berkesinambungn diperlukan mengingat masalah-masalah di bidang politik sangat kompleks, bersegi banyak, dan berubah-ubah.

Mochtar Buchori (M. Shirozi, 2005: 30) mengemukakan bahwa terdapat beberapa pemikiran yang mendukung mulai berkembangnya kesadaran masyarakat terhadap hubungan antara pendidikan dan politik yaitu Pertama, adanya kesadaran tentang hubungan yang erat antara pendidikan dan politik. Kedua, adanya kesadaran akan peran penting pendidikan dalam menentukan corak dan arah kehidupan politik. Ketiga, adanya kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang hubungan antara pendidikan dan politik. Keempat, diperlukan pemahaman yang lebih luas tentang politik. Kelima, pentingnya pendidikan kewarganegaraan (civic education).

Penjelasan Mochtar Buchori di atas, menggambarkan suatu keyakinan terhadap hubungan erat antara pendidikan dan politik. Terdapat keyakinan yang sangat kuat bahwa melalui pendidikan dapat menghasilkan pemimpin politik yang berkualitas.

Paparan penjelasan di atas, pada akhirnya dapat menimbulkan satu pertanyaan mengenai hubungan pendidikan dengan politik. Akankah politik harus memasuki wilayah pendidikan untuk menjalankan fungsi dan tujuannya dan juga sebaliknya? Melalui pendidikan seorang siswa akan paham secara tidak langsung mengenai seluk beluk politik. Begitu pula sebaliknya, bahwa dunia politik adalah salah satu sarana untuk mengaplikasian berbagai ilmu yang teah didapat siswa melalui dunia pendidikan. Para siswa tidak dapat acuh terhadap segala sesuatu yang terjadi di luar dunia sekolahnya.

Sekiranya penjelasan di atas dapat menggambarkan bahwa terdapat hubunga yang erat dan tak dapat dipisahkan antara pendidikan dan politik. Kedua aspek tersebut memiliki hubungan yang saling membutuhkan satu sama lain.

Landasan Hukum Pendidikan Politik

Pendidikan politik merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terencana. Pelaksanaan pendidikan politik harus berpegang teguh pada falsafah dan kepribadian integral dari keseluruhan pembangunan bangsa yang dilaksanakan sesuai dengan landasan yang telah mendasari kehidupan bangsa Indonesia.

Berdasarkan Inpres No. 12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda (1982:13), maka yang menjadi landasan hokum [endidika politik adlaha sebagai berikut:

“….landasan pendidikan politik di Indonesia terdiri dari:

a. Landasan ideologis, yaitu Pancasila

b. Landasan konstitusi, yaitu UUD 1945

c. Landasan operasional, yaitu GBHN

d. Landasan histiris, yaitu Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan Proklamasi 17 Agustus 1945”

Landasan tersebut adiatas merupakan landasan pokok pendidikan politik yang disertai landasan kesejarahan. Hal ini penting karena warga Negara terutama siswa harus mengetahui sejarah perjuangan bangsa, agar memiliki jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan 1945.

Tujuan Pendidikan Politik

Tujuan diadakannya pendidikan politik secara formal terdapat dalam Inpres No.12 Tahun 1982 tentang penidikan politik bagi generasi muda yang menyatakan bahwa:

Tujuan pendidikan politik adalah merupakan pedoman kepada generasi muda Indonesia guna meningkat kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan tujuan pendidikan politik lainnya adalah menciptakan genarasi muda Indonesia yang sadar akan kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai salah satu usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya.

Dari tujuan diatas jelaslah bahwa pendidikan politik itu ditujukan pada generasi muda Indonesia untuk meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bentuk Pendidikan Politik

Keberhasilan pendidikan politik tidak akan dapat tercapai jika tidak dibarengi dengan usaha yang nyata dilapangan. Penyelenggaraan pendidikan politik akan erat kaitannya dengan bentuk pendidikan politik yang akan diterapkan dimasyarakat nantinya. Oleh karena itu, bentuk pedidikan politik yang dipilih dapat menentukan keberhasilan dari adanya penyelenggaraan pendidikan politik ini.

Bentuk pendidikan politik menurut Rusadi Kartaprawira (2004:56) dapat diselenggarakn antara lain melalui :

1. Bahan bacaan, seperti surat kabar dan lain-lain bentuk publikasi massa yang biasa membentuk pendapat umum.

2. Siaran Radio dan Televisi serta film (audiovisual media)

3. Lembaga atau asosiasi dalam masyarakat seperti masjid atau gereja tempat menyampaikan kotbah dan juga lembaga pendidikan formal maupun informal.

Apapun bentuk pendidikan politik yang akan digunakan dari semua bentuk yang disuguhkan diatas sesungguhnya tidak menjadi menjadi persoalan. Aspek yang terpenting adalah bahwa untuk pendidikan politik tersebut mampu untuk memobilisasi simbol-simbol nasional sehingga pendidikan politik mampu menuju pada arah yang tepat, yaitu meningkatkan daya pikir dan daya tanggap rakyat terhadap masalah politik. Selain itu, untuk pendidikan politik yang dipilih harus mampu meningkatkan rasa keterikatan diri (sense of belonging) yang tinggi terhadap tanah air, bangsa dan Negara.

ANALISIS

Pada akhir-akhir ini partai politik hanya populer pada saat akan diselenggarakannya pemilihan umum, hal ini mengindikasikan bahwa partai politik pada saat tidak adanya hajatan itu cenderung tidak kelihatan aktivitasnya. Hal ini diakibatkan karena fungsi-fungsi partai politik tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya, terutama yang berkenaan dengan fungsi yang kedua yaitu sosialisasi atau pendidikan politik kepada masyarakat.

Sebuah partai agar mendapat dukungan dari masyarakat, partai tersebut harus mampu membuka pandangan tentang demokrasi, nilai-nilai kebangsaan dan hak-hak warganegara. Disamping itu partai politik harus mampu menjadikan masyarakat memahami posisinya sebagai warganegara dan mau berpartisipasi dalam kehidupan politiknya, hal ini dimaksudkan untuk :

a. meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang demokrasi dan hak-hak warga negara.

b. memperkenalkan parpol sebagai sarana untuk memperjuangkan kepentingan.

c. memperkenalkan lembaga-lembaga negara baik yang ada di tingkat pusat maupun daerah.

Jika hal ini dilakukan dengan baik, maka akan tercipta suatu kondisi dimana partisipasi masyarakat akan tinggi dalam proses politik, pemerintahan, maupun dalam pengambilan kebijakan publik.

Ada beberapa alasan mengapa pendidikan politik dan sosialisasi politik di Indonesia tidak memberi peluang yang cukup untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat.

  1. dalam masyarakat kita anak-anak tidak dididik untuk menjadi insan mandiri. Anak-anak bahkan mengalami alienasi dalam politik keluarga. Sejumlah keputusan penting dalam keluarga, termasuk keputusan tentang nasib si anak, merupakan domain orang dewasa. Anak-anak tidak dilibatkan sama sekali. Keputusan anak untuk memasuki sekolah, atau universitas banyak ditentukan oleh orang tua atau orang dewasa dalam keluarga. Demikian juga keputusan tentang siapa yang menjadi pilihan jodoh si anak. Akibatnya anak akan tetap bergantung kepada orang tua. Tidak hanya setelah selesai pendidikan, bahkan setelah memasuki dunia kerja. Hal ini berbeda sekali di barat. Di sana anak diajarkan untuk mandiri dan terlibat dalam diskusi keluarga menyangkut hal-hal tertentu. Di sana, semakin bertambah umur anak, akan semakin sedikit bergantung kepada orang tuanya. Sementara itu di Indonesia sering tidak ada hubungan antara bertambah umur anak dengan tingkat ketergantungan kepada orang tua, kecuali anak sudah menjadi “orang” seperti kedua orang tuanya.
  2. tingkat politisasi sebagian terbesar masyarakat kita sangat rendah. Di kalangan keluarga miskin, petani, buruh, dan lain sebagainya, tidak memiliki kesadaran politik yang tinggi, karena mereka lebih terpaku kepada kehidupan ekonomi dari pada memikirkan segala sesuatu yang bermakna politik. Bagi mereka, ikut terlibat dalam sejenisnya, bukanlah skala prioritas yang penting. Oleh karena itu, tingkat sosialisasi politik warga masyarakat seperti ini baru pada tingkat kongnitif, bukan menyangkut dimensi-dimensi yang bersifat evaluatif. Oleh karena itu, wacana tentang kebijakan pemerintah menyangkut masalah penting bagi masyarakat menjadi tidak penting buat mereka. Karena ada hal lain yang lebih penting, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar.
  3. setiap individu yang berhubungan secara langsung dengan negara tidak mempunyai alternatif lain kecuali mengikuti kehendak negara, termasuk dalam hal pendidikan politik. Jika kita amati, pendidikan politik di Indonesia lebih merupakan sebuah proses penanaman nilai-nilai dan keyakinan yang diyakini oleh penguasa negara. Hal itu terlihat dengan jelas, bahwa setiap individu wajib mengikuti pendidikan politik melalui program-program yang diciptakan pemerintah. Setiap warga negara secara individual sejak usia dini sudah dicekoki keyakinan yang sebenarnya adalah keyakinan kalangan penguasa. Yaitu mereka harus mengikuti sejak memasuki SLTP, kemudian ketika memasuki SMU, memulai kuliah di PT, memasuki dunia kerja, dan lain sebagainya. Proses pendidikan politik melalui media massa, barangkali, sedikit lebih terbuka dan individu-individu dapat lebih leluasa untuk menentukan pilihannya menyangkut informasi yang mana yang dapat dipertanggung-jawabkan ebenaran dan ketepatannya.

Untuk dapat meningkatkan pemahaman masyarakat seperti disebutkan diatas, maka partai politik dapat melakukannya melalui :

1. langsung terjun ke masyarakat dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat, seperti halnya PKS dengan program saba desanya dalam upaya memperkenalkan visi, misi, dan tujuan dari parpol secara khusus dan kehidupan kebangsaan pada umumnya.

2. memberikan pencerahan pada konstituen tertentu, dalam arti tidak menyangkut pada seluruh lapisan masyarakat, tapi hanya pada lapisan tertentu masyarakat saja. Hal ini bisa dilakukan dengan diskusi-diskusi, seminar-seminar, atau pelatihan-pelatihan dengan menggunakan metode learning by doing terutama dalam memahami hal-hal yang berkenaan langsung dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dipaparkan diatas, jelaslah bahwa partai politik harus memberikan pencerahan kepada masyarakat agar partisipasi masyarakat dalam politik meningkat, dengan tujuan untuk :

  1. meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang demokrasi dan hak-hak warga negara.
  2. memperkenalkan parpol sebagai sarana untuk memperjuangkan kepentingan.
  3. memperkenalkan lembaga-lembaga negara baik yang ada di tingkat pusat maupun daerah.

Pencerahan-pencerahan yang dapat dilakukan oleh partai politik dapat berupa :

1. langsung terjun ke masyarakat dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat

2. memberikan pencerahan pada konstituen tertentu, dalam arti tidak menyangkut pada seluruh lapisan masyarakat, tapi hanya pada lapisan tertentu masyarakat saja

Rekomendasi

  1. partai politik sebagai sarana untuk memberikan pendidikan politik pada masyarakat, harus benar-benar menjalankan fungsinya. Jangan sampai partai hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa mempedulikan masyarakat sebagai konstituen partai, bila hal ini terjadi siap-siaplah partai ditinggalkan massa.
  2. masyarakat harus mampu memilih dan memilah partai mana yang benar-benar memperjuangkan aspirasi masyarakat dan mana yang hanya mementingkan kepentingan partainya saja, agar masyarakat tidak terjebak oleh janji-janji manis partai politik.

DAFTAR PUSTAKA

Kartaprawira, Rusadi. (2004). Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar. Bandung: Sinar Algensindo.

Budiardjo, Miriam, (2004). Dasar-dasar Ilmu Poiltik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Sirozi, Muhammad. (2005). Politik Pendidikan: Dinamika Hubungan Antara Kepentingan Kekuasaan dan Praktek Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

http://72.14.235.104/search?q=cache:RmUbWh25OeIJ:www.bappenas.go.id/index.php%3Fmodule%3DFilemanager%26func%3Ddownload%26pathext%3DContentExpress/%26view%3D396/Bijah%2520Subijanto%2520(1).pdf+parpol+%22pendidikan+politik%22&hl=en&ct=clnk&cd=127&gl=id&lr=lang_id

http://www.pks-jabar.org/pksjabar2007/index.php?page=30

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0309/11/opini/557661.htm